BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dinamika masyarakat
terbentuk dari masyarakat dari individu dengan latar belakang yang berbeda yang
membentuk kelompok-kelompok sosial. Sebagai makhluk sosial yang mengalami
perubahan sosial kelompok-kelompok tersebut membuat pelapisan masyarakat baik
dengan sendirinya atau dengan sengaja.
Adanya pelapisan sosial
maka timbul rasa ingin disamakan oleh kelompok-kelompok tersebut yang
mengakibatkan kesamaan derajat. Di Indonesia kesamaan hak dan kewajiban telah
diatur dalam Undang-Undamg Dasar 1945, dalam Undang-Undang tersebut tercantum
secara jelas bahwa setiap warga negarra
tanpa kecualinya memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, hal
ini sebagai konsekuensi prinsip dari kedaulatan rakyat yang bersifat
kerakyatan.
Namun hukum hanya
sekedar hukum, penerapan kesamaan hak dan kewajiban belum terlaksana dengan
baik di Indonesia. Perlakuan khusus sering didapatkan kaum elite baik dari
hukum, kesehatan, dan sebagainya. Sehingga memunculkan kontra di masyarakat.
Seperti perlakuan khusus dalam bidang kesehatan, kaum elite ini selalu
didahulukan sedangkan warga miskin sering terbengkalai. Seperti kasus yang
dimuat pada situs berita http://www.tobasatu.com/2015/12/06/13153/.
Diduga akibat terlambat mendapat pertolongan, seorang ibu pasien BPJS terpaksa
melahirkan sendiri tanpa bantuan petugas medis di ruang kelas III RSUD
Rantauprapat, Minggu (6/12/2015) dini hari, sekitar pukul 03.00 WIB. Hal ini
akan saya analisis dalam bab analisis.
1.2
Rumusan Masalah
Perumusan masalah pada
karya tulis ilmiah yang berjudul “Pelapisan
Sosial dan Kesamaan Derajat” terdapat 5 pokok rumusan, yaitu:
1. Apa
yang dimaksud dengan pelapisan
sosial, Bagaimana terjadinya pelapisan sosial dan perbedaannya?
2. Apa
yang dimaksud dengan kesamaan
derajat?
3. Apa
saja pasal pasal di dalam UUD
1945 tentang persamaan hak asasi?
4. Apa
yang dimaksud elite dan massa?
5. Bagaimana
analisis mengenai kasus seorang ibu pasien BPJS terpaksa melahirkan sendiri
tanpa bantuan petugas medis karna miskin?
1.3
Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah yang terdapat pada karya tulis
ilmiah yang berjudul “Pelapisan
Sosial dan Kesamaan Derajat” hanya
pada kendala waktu dan referensi yang akan digunakan untuk pembuatan karya
tulis ilmiah terutama apabila mengambil referensi dari internet dan harus mengacu ke SAP yang
telah dibuat oleh pihak kampus Gunadharma.
1.4
Tujuan Penulisan Karya Tulis
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu sosial dasar.
2. Untuk
mengetahui definisi pelapisan
sosial dan terjadinya pelapisan sosial.
3.
Untuk mengetahui definisi kesamaan derajat.
4.
Untuk mengetahui definisi elite dan massa.
6. Untuk
menjelaskan analisis saya mengenai kasus seorang ibu pasien BPJS terpaksa melahirkan
sendiri tanpa bantuan petugas medis karna miskin.
BAB II
Teori
2.1
Pelapisan Sosial
Stratifikasi
sosial atau Pelapisan Masyarakat berasal dari kata strata atau stratum yang
berarti lapisan. Sejumlah individu yang mempunyai kedudukan yang sama menurut
ukuran masyarakatnya dikatakan berada dalam suatu lapisan atau stratum.
Terjadinya pelapisan sosial terbagi dua
yaitu:
a. Terjadi
dengan sendirinya.
Proses ini berjalan
sesuai dengan pertumbuhan masyarakat. Pada pelapisan yang terjadi dengan sendirinya, maka keduduka
seseorang pada suatu strata atau pelapisan secara otomatis, misalnya karena
usia tua, karena memiliki kepandaian yang lebih atau kerabat pembuka tanah,
sakti atau memiliki bakat seni, dll.
b. Terjadi
dengan di sengaja
Pelapisan dengan sistem
ini ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Di dalam sistem pelapisan ini
ditentukan secara jelas dan tegas adanya pembagian kekuasaan dan wewenang. Sistem pelapisan yang dibentuk
dengan sengaja ini dapat kita lihat misalnya di dalam organisasi pemerintahan,
parpol dan perusahaan besar, dll.
Dalam organisasi yang disusun dengan
cara ini mengandung dua sistem yaitu:
1. Sistem
fungsional merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya
berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat.
2. Sistem
skalar merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke
atas (vertikal).
Menurut sifatnya, maka sistem pelapisan
masyarakat terbagi dua yaitu:
1. Sistem
pelapisan masyarakat yang tertutup
Didalam
sistem ini permindahan anggota masyarakat ke lapisan yang lebih baik ke atas
maupun kebawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal yang istimewa.
Didalam sistem yang demikian itu satu-satumya jalan untuk dapat masuk menjadi
anggota dari suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran, sistem ini bisa
ditemui di India yang mengenal sistem kasta.
2. Sistem
pelapisan masyarakat yang terbuka
Didalam
sistem yang demikian ini setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan untuk
jatuh ke lapisan yang ada di bawahnya atau naik ke lapisan yang di atasnya.
Sistem ini bisa ditemukan di Indonesia, setiap orang diberi kesempatan untuk
menduduki segala jabatan bila ada kesempatan untuk menduduki segala jabatan
bila ada kesempatan dan kemampuan untuk itu. Status (kedudukan) yang diperoleh
bedasarkan atas usaha sendiri disebut ”Achieve Status”.
Lapisan
masyarakat umumnya terbagi tiga:
1. Masyarakat
yang terdiri dari kelas atas (upper class) dan kelas bawah (lower class).
2. Masyarakat
yang terdiri dari tiga kelas ialah kelas atas (upper class), kelas menengah
(middle class),dan kelas bawah (lower class).
3. Sementara
itu ada pula sering kita dengar kelas atas (upper class), kelas menengah
(middle class), kelas menengah ke bawah ( middle lower class) dan kelas bawah
(lower class).
Pada
umumnya golongan yang menduduki kelas bawah jumlah orangnya lebih banyak dari
menengah, demikian seterusnya semakin tinggi golongannya semakin sedikit jumlah
orangnya. Dengan demikian sistem pelapisan masyarakat itu membentuk piramid.
Kriteria yang biasanya dipakai untuk
menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat kedalam lapisan-lapisan sosial
umumnya adalah unsur kekayaan, unsur kekuasaan, unsur kehormatan, unsur ilmu
pengetahuan.
2.2 Kesamaan derajat
Kesamaan derajat ialah
setaranya hak dan kewajiban setiap
individu tanpa memandang pelapisan masyarakat yang sudah ada. Dalam UUD
1945 persamaan hak dan kewajiban warga
Indonesia tercantum pada pasal 27 ayat 1 dan 2, pasal 28, pasal 29 dan 31.
2.3 Elite dan Massa
1. Elite
Dalam pengertian umum elite itu menunjuk sekelompok orang yang dalam
masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam arti khusus dapat diartikan
sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan
kecil yang memegang kekuasaan. Didalam suatu lapisan masyarakat tentu ada
sekelompok kecil yang mempunyai posisi kunci atau memiliki pengaruh besar dalam
mengambil kebijaksanaan. Para pemuka pendapat inilah pada umumnya memegang
kunci dan memiliki status tersendiri yang merupakan elite masyarakatnya.
Kecenderungan yang digunakan untuk menentukan elite dalam masyarakat yaitu
pertimbangan sosial dan moral, kecenderungan ini melahirkan dua macam elite
yaitu elite internal dan eksternal.
Elite internal menyangkut integrasi moral serta solidaritas sosia dengan perasaan
tertentu pada saat tertentu, sopan santun dan keadaan jiwa. Sedangkan Elite
eksternal meliputi pencapaian tujuan dan adaptasi, berhubungan dengan
problem-problem yang memperlihatkan sifat yang keras, masyarakat lain atau masa
depan tak tentu.
Ciri-ciri
golongan elite:
1.
Elite
menduduki posisi yang penting dan cenderung merupakan poros kehidupan masyarakat
secara keseluruhan.
2.
Faktor
utama yang menentukkan kedudukan mereka adalah keunggulan dan keberhasialam
yang dilandasi oleh kemampuan.
3.
Memiliki
tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan masyarakat lain.
4.
Imbalan
yang lebih besar yang diperoleh atas pekerjaan dan usahanya.
2. Massa
Istilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif
lain yang elementer dan spontan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd.
Massa diwakili oleh orang-orang yang
berperan serta dalam perilaku massal.
Ciri-ciri
massa:
1.
Keanggotaannya
berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial.
2.
Merupakan
kelompok yang anonim (tersusun dari individu yang anonim)
3.
Sedikit
sekali interaksi atau bertukar pengalaman atara anggota-anggotanya.
BAB III
Analisis
3.1 Analisis terhadap kasus
Bedasarkan
teori dan kasus ini merupakan masalah yang harus cepat diselesaikan oleh
pemerintah. Kasus ini merupakan bukti bahwa telah adanya diskriminasi hanya
karna si Ibu menggunakan BPJS untuk biaya melahirkannya dia telah mendapat
penangan yang jauh berbeda dibandingkan orang kaum elite yamng yang membiayai
pengobatannya dengan uang mereka sendiri.
BPJS adalah program pemerintah untuk menunjang
kesamaan derajat agar setiap warga negara memperoleh jaminan kesehatan tanpa
adanya pelapisan sosial, seharusnya pemerintah segera menegur dan memberi
tindakan yang tepat bagi rumah sakit yang tidak menangani pasien BPJS.
Pelapisan masyarakat memang sudah terjadi jauh sebelum
2015, tapi alangkah baiknya pemerintah dan setiap warga negara mendukung
kesamaan derajat dapat terlaksana dengan baik,agar Indonesia menjadi negara
yang lebih baik lagi.
REFRENSI:
http://ashur.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30679/bab6-pelapisan_sosial_dan_persamaan_derajat.pdf http://www.tobasatu.com/2015/12/06/13153/.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Unsur tebentuknya
negara salah satunya adalah adanya penduduk/ masyarakat. Masyarakat ini
terbentuk dari latar belakang yang berbeda, berbagai profesi dan tempat
tinggal. Baik domestik atau tinggal di luar negeri semua adalah pilihan
masing-masing individu.
Masyarakat mempunyai
hak memilih akan tinggal dimana baik kota ataupun desa asal mereka tidak
terjerat kasus hukum maka timbulah urbanisasi, migrasi, transmigrasi, dll. Di
Indonesia masyarakat didaerah bebeda akan memiliki kebudayaan yang berbeda
pula, bahasa yang berbeda dan kebiasaan yang berbeda.
Masyarakat kota dan
desa pun tak luput dari perbedaan itu,
biarpun masyarakat tersebut sama-sama berada di Indonesia. Namun predikat kota
lebih moderen dan tambang pencarian hidup yang lebih baik menimbulkan
urbanisasi yang membuat kota semakin padat dan mereka yang berhasil mendapat
kerja umumnya sangat minat untuk membeli kendaraan bermotor karna dinilai lebih
praktis, akibatnya jumlah kendaraan meningkat tiap tahunnya.
Seperti yang di lansir http://www.greeners.co/berita/kendaraan-bermotor-penyumbang-polusi-udara-terbesar-di-jakarta/
penyumbang terbesar polusi adalah kendaraan bermotor dan menimbulkan polusi
yang cukup berbahaya yang cepat atau lambat jika tidak tertangani dengan baik
akan menimbulkan masalah polusi udara yang lebih buruk. Hal ini pun menjadi
kasus yang akan saya analisis di bab analisis.
1.2
Rumusan Masalah
Perumusan masalah pada
karya tulis ilmiah yang berjudul “Masyarakat
Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan” terdapat 7 pokok rumusan, yaitu:
1.
Apa yang dimaksud dengan masyarakat?
2.
Apa yang dimaksud dengan masyarakat perkotaan?
3.
Apa hubungan desa dan kota?
4.
Apa aspek positif dan aspek negatif perkotaan?
5.
Apa yang dimaksud dengan masyarakat pedesaan?
6.
Apa perbedaan desa dan kota?
7.
Bagaimana analisis mengenai kasus
meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang dimiliki pekerja kota yang
menyebabkan polusi di Ibukota?
1.3
Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah yang terdapat pada karya tulis
ilmiah yang berjudul “Masyarakat
Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan” hanya
pada kendala waktu dan referensi yang akan digunakan untuk pembuatan karya
tulis ilmiah terutama apabila mengambil referensi dari internet dan harus mengacu ke SAP yang
telah dibuat oleh pihak kampus Gunadharma.
1.4
Tujuan Penulisan Karya Tulis
1.
Untuk memenuhi tugas
mata kuliah ilmu sosial dasar.
2.
Untuk mengetahui definisi masyarakat.
3.
Untuk mengetahui definisi masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan.
4.
Untuk mengetahui hubungan desa dan kota.
5.
Untuk mengetahui aspek positif dan aspek negatif masyarakat
perkotaan.
6.
Untuk mengetahui perbedaan desa dan kota.
7.
Untuk menjelaskan analisis saya mengenai
kasus meningkatnya jumlah kendaraan
bermotor yang dimiliki pekerja kota yang menyebabkan polusi di Ibukota.
BAB II
Teori
2.1 Masyarakat
Seorang
ahli antropologi R.Linton mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok
manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat
mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial
dengan batas-batas tertentu.
Syarat-syarat
sbagai masyarakat yaitu:
1.
Harus
ada pengumpulan manusia dalam jumlah banyak.
2.
Telah
bertempat tinggal dalam waktu lama di suatu daerah tertentu.
3.
Adanya
aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kpentingan dan tujuan
bersama.
Dipandang dari
cara terbentuknya, masyarakat terbagi dalam:
1.
Masyarakat
paksaan, misalnya negara, masyarakat tawanan dll.
2.
Masyarakat
merdeka, yang terbagi dalam:
a.
Masyarakat
natuur, yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya, Seperti gerombolan
(horde), suku(stam), yang bertalian karena hubungan darah atau keturunan, biasanya
kebudayaannya masih sederhana.
b.
Masyarakat
kultur, yaitu masyarakat yang terjadi karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan,
misalnya koperasi, kongsi perekonomian, gereja dsb.
Dari sudut
antropologi, 2 tipe masyarakat yaitu:
1.
Masyarakat
kecil yang belum begitu kompleks, yang belum mengenal pembagian kerja, belum
mengenal struktur dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu
kesatuan.
2.
Masyarakat
yang kompleks , yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala bidang.
2.2 Masyarakat
Perkotaan
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian
masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri
kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Ciri
masyarakat kota, yaitu:
1.
Kehidupan
keagaamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keaagamaan didesa.
2.
Orang
kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada
orang-orang lain.
3.
Pembagian
kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang
nyata.
4.
Kemungkinan-kemungkinan
untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada
warga desa.
5.
Umumnya
menganut jalan pikiran rasional.
6.
Pentingnya
faktor waktu bagi warga kota.
7.
Perubahan
sosial tampak dengan nyata di kota-kota,sebab kota-kota biasanya terbuka dalam
menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
2.3 Hubungan
antara Desa dan Kota
1.
Desa
Desa menurut Bintarto merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial,
ekonomi, politik dan kultural yang terdapat di suatu daerah. Unsur desa
meliputi daerah, penduduk dan tata sosial.
Ciri-ciri
desa:
a.
Mempunyai
pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b.
Ada
tali pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.
c.
Cara
berusaha(ekonomi) adalah agraris dan dipengaruhi alam.
Fungsi desa:
1.
Daerah
pemasok makanan pokok dan bahan makanan
lain.
2.
Lumbung
barang mentah.
3.
Desa
dapat merupakan desa agraris, manufaktur, industri, dsb.
Hubungan
desa dan kota sangat erat, dan bersifat ketergantungan karna sama-sama
membutuhkan dan menguntungkan. Kota membutuhkan pekerja dan bahan pangan dari
desa, sedangkan desa membutuhkan barang-barang yang di produksi di kota dan
tenaga-tenaga ahli. Karena moderennya kota hubungan desa dan kota tak sebatas
itu saja, tak jarang orang desa berurbanisasi meninggalkan pekerjaan mereka
seperti meladang untuk mencari kerja dikota, sebaliknya terkadang orang kota
pergi ke desa untuk sekedar refreshing atau tinggal di desa saat pensiun karna
dianggap lebih nyaman.
2.4 Aspek
Positif antara Perkotaan
Perkotaan adalah pusat moderenisasi, di Indonesia perkotaan juga erat
kaitannya dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. Untuk menunjang aktivitas kota
diperlukan unsur-unsur dengan aspek positif dan meminimalkan faktor
negatif demi kota yang lebih baik.
Unsur-unsur
pokok kota meliputi:
1.
Wisma.
2.
Karya.
3.
Marga.
4.
Suka.
5.
Penyempurnaan.
Selain pemerintah yang harus mendukung unsur ini berjalan dengan baik, kota
memiliki fungsi internal dan eksternal. Kota
secara internal pada hakikatnya merupakan satu organisme, yakni kesatuan
integral dari tiga komponen meliputi penduduk, kegiatan usaha dan wadah ruang
fisiknya. Fungsi eksternal nya merupakan kerangka wilayah dan daerah-daerah
yang dilingkupi dan melingkupinya.
2.5 Masyarakat
Pedesaan
Masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang mendiami desa ditandai dengan
pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa. Masyarakat ini
mempunyai perasaan rela berkorban setiap
waktu demi masyrakatnya atau anggota masyarakat tsb, karna beranggapan sama-sama
sebagai anggota masyarakat yang saling
mencintai dan menghormati mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap
keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.
Masyarakat
pedesaan di Indonesia memiliki ciri-ciri:
1. Homogenitas sosial.
2.
Hubungan
primer.
3.
Kontrol
sosial yang ketat.
4.
Gotong
royong.
2.6 Perbedaan
Masyarakat Pedesaan dan
Masyarakat Perkotaan
Masyarakat pedesaan dan perkotaan
tentu memiliki perbedaan, untuk menjelaskan perbedana dan ciri-ciri terc=sebut
dapat ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya, orientasi terhadap alam,
pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, homogenitas-heterogenitas,
diferensiasi sosial, pelapisan sosial, mobilitas sosial, interaksi sosial,
pengendalian sosial, pola kepempinan, ukuran kehidupan, solidaritas sosial dan
nilai sistem nilainya. Selain itu
pekerjaan gotong royong dan budaya tani, dan gejala-gejala sosial di masyarakat pendesaan juga membedakan
masyarakat tersebut, di desa pekerjaan gotong royong pelaksanaannya lebih
terlaksana.
Ada dua macam gotong royong,yaitu:
1. Kerja bersama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya
dari inisiatif warga masyarakat itu sendiri (dari bawah).
2.
Kerja
bersama untuk pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidak timbul dari warga masyarakat
itu sendiri, berasal dari luar (dari atas).
Gejala-gejala
sosial yang sering terjadi di masyarakat pedesaan:
1.
Konflik.
2.
Kontraversi.
3. Kompetisi dan kegiatan yang di masyarakat pedesaan.
Sistem nilai
budaya petani Indonesia antara lain sbb:
1. Para petani di Indonesia terutama di Jawa pada dasarnya
menganggap bahwa hidupnya itu sebagai sesuatu hal yang buruk,penuh dosa dan
kesengsaraan namun tidak berarti ia harus menghindari hidup yang nyata dan
menghindarkan diri dengan bersembunyi, sebaliknya petani penuh usaha dan ikhtiar.
2.
Mereka
beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup, dan kadang-kadang untuk
mencapai kedudukannya.
3.
Mereka
berorientasi pada masa ini dan kurang memperhatikan masa depan.
4.
Mereka
menggangap alam tidak menakutkan.
5.
Untuk
menghadapi alam mereka cukup bergotong-royong.
BAB III
Analisis
3.2 Analisis terhadap kasus
Bedasarkan teori dan kasus yang ada, polusi yang terjadi di tengah
masyarakat perkotaan harus ditangani dengan serius, bukan hanya pemerintah tapi
sebagaia masyarakat kota juga perlu di budayakan aspek budaya tani untuk
menghadapi alam dengan bergotong royong.
Sebagai masyarakat sudah seharusnya kita mendukung gerakan go green untuk
mengurangi polusi, begitu pula dengan pemerintah jika transportasi umum sudah
baik , pasti masyarakat pun akan memilih menaiki kendaraan umum.
Pemerintah juga harus meratakan
pembangunan agar pelaku urbanisasi bisa menurun jumlahnya. Namun meratakan
pembagunan bukan berarti harus mengusi petani-petani dari sawahnya untuk
pembangunan, karna lambat laun Indoesia akan kehilangan sawah/ ladang yang
sangat beharga bagi perekonomian Indonesia.